Friday, April 13, 2012

Satu Permintaan Tertinggal







“Hai,” sapa salah satu teman priaku di pagi itu.





Kubalas sapaan itu dengan sedikit senyum dan kuberikan padanya 2 bunga melati yang kupetik tadi pagi di depan gerbang sekolahku. Walaupun aku tak terlalu paham apa alasanku memilih melati sebagai salah satu kegemaranku, aku menyukai bunga itu. Bukankah terkadang kita bisa memilih tanpa alasan?





Dia adalah sahabatku. Sebut saja namanya Ilham. Seorang pemuda yang kubilang taat beragama yang dulu pernah kukagumi. Maksudku, bukan aku kagum padanya melebihi kekagumanku pada teman pria lainnya. Namun, lebih ke rasa kagumku akan kegiatan agama yang dia lakukan. Waw!





HP-ku masih saja tidak berpendar. Itu berarti, belum ada SMS masuk padaku. Ah, sungguh sepinya bila tidak ‘wiritan’ (=baca sms-an) sebelum pelajaran dimulai.





Hari itu, sepertinya teman-temanku sedikit melupakanku. Sungguh. Aku bahkan hanya mendapatkan SMS dari satu-satunya orang yang selama ini selalu menanyakan pelajaran padaku. Ilham.





Hatiku tergelitik untuk menanyakan sesuatu yang lebih padanya. Ini aku lontarkan via SMS dengan program bonusan 100 SMS. Dia pun telah menjadi anggota CeEs-anku sejak aku pulang dari program beasiswaku beberapa bulan lalu. Inilah sedikit percakapan yang kuingat dengannya di layar HP-ku.





“Ham, kamu kok sms aku malem-malem?” tanyaku.


“Hehe. Gag boleh ta? Aku kan lagi keparat sama kamu.”


“Heish. Gag boleh ngumpat, Ham.”


“Ngumpat, ta? Keparat tuh: Kepadamu Aku Rindu Berat.”


“Preet.”





Jujur saja, aku agak asing dengan kata-kata gombal seperti itu. Mungkin saja ini adalah pengaruh hormonalku yang belum berfungsi secara sempurna. Di malam itu pulalah, dia memberi tahuku bahwa ada sesuatu yang dia ingin utarakan padaku. Mungkin kamu dapat menebaknya, tapi aku mencoba untuk tidak terlalu GR (gede rumangsa) terhadap semua sikapnya padaku.





Seingatku, peristiwa yang terjadi di keesokan harinya berlangsung sangat lama. Rasanya, waktu tidak berjalan cepat dan itu benar-benar menyiksa. Dia mengajakku untuk berbicara di sudut tempat yang sepi. Cara ini, mungkin saja terbilang romantis. Tapi, aku masih memikirkan tentang peraturan agamaku yang melarang bahwa lawan jenis (yang bukan mukhrim) dilarang berduaan karena orang ketiga adalah setan. Aku yakin, dia mengerti maksudku.





Pada intinya, dia menawarkan sesuatu yang lebih dari persahabatan. Dan aku tahu, tawaran itu dapat merusak persahabatanku dengannya. Pacar.





Aku masih ingat saat dia mengutarakannya padaku. Waktu itu, dia memakai jaket abu-abu kesukaannya, celana ¾, dan sandal berwarna hitam dikombinasi dengan hijau. Rambut keriting terlihat berkerumun di sekitar kakinya yang kuat. Aku sedikit menggodanya dan mengalihkan pembicaraan dengan mencabut rambut-rambut itu. Tentu saja aku hanya bercanda.





Aku dengan semua pemikiranku: bahwa aku akan kehilangan sahabat terbaikku bila aku menjadi pacarnya. Dan aku tak mau itu terjadi. Akupun memilih persahabatan itu dan kuharap dia mengerti.





Rupanya keputusanku –kurasa– tepat. Faktanya, dia dan aku kini tidak dalam hubungan lebih dari sahabatan. Pertemanan kami sama seperti dulu. Sayangnya, aku tak dapat bertanya macam-macam layaknya pertanyaan pada seorang teman. Pertemanan kami serasa terhalang tembok. Tembok yang aku tak tahu apa itu. Sapaan yang biasanya dia lontarkan, kini tak lagi ada. Semua nasihat yang selalu dia ingatkan padaku, kemana ‘mereka’ itu?





Ilham, bila suatu saat curahan hatiku ini tersampaikan padamu, aku hanya ingin katakan rasa terima kasihku atas pertemanan yang pernah kamu beri. Atas semua senyum hangat yang selalu tercurah. Dan atas kehadiranmu setiap kubutuhkan.





Aku ingin kamu tahu, bahwa aku merindukan pertemanan kita yang dulu. Pertemanan tanpa ada rahasia, yang saling mendukung, dan selalu menguatkan. Kamu tahu? Kamu menjadi bagian terpenting dalam sejarah hidupku.





Dan -inilah satu permintaanku yang masih tertinggal-:



"Kembalilah seperti dulu. Saat tak ada lagi tembok penghalang di antara kita. Karena kamu selalu kuanggap Sahabat Sejatiku yang Lebih dari Sekedar Bintang" #Lyla.














Dikarang oleh Imajinasi sok Puitis, 2011


No comments:

Post a Comment